blog-indonesia.com

10 Nov 2010

KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM KELUARGA

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga
Dalam kehidupan masyarakat di manapun juga, keluarga merupakan unit terkecil yang peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga (yakni keluarga batik) mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Apabila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka timbul ketidak serasian dalam hubuyngan antara anggota keluarga, dapat dikatakan keluarga itu mempunyai masalah. Adanya individu (keluarga) yang mempunyai masalah, maka diperlukan adanya Bimbingan dan Konseling untuk mengusahakan pencegahannya atau memberikan bantuan dalam pemecahan masalahnya.
Pengertian bimbingan keluarga yang dikemukakan oleh Cooley (dalam C. Suwarni, 1980) bimbingan keluarga adalah bantuan yang diberikan kepada keluarga untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota keluarga serta memberikan pengetahuan dan keterampilan demi terlaksananya usaha kesejahteraan keluarga.
Perez (dalam Sayekti, 1994) mengemukakan konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut:
Family therapy is an intuative process which seeks to aid the family in reganning a home ostatic balance whith which the members are comfortable. In perseing this objective the family therapist operates under certain basic assumprions.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.

B. Tujuan Bimbingan dan Konseling Keluarga
Menurut Colley (dala C. Suwarni, 1980) tujuan Bimbingan dan Konseling keluarga adalah:
1. Membantu agar mereka yang dibimbing dapat bertindak seefisien mungkin.
2. Membantu agar seseorang atau keluarga menjadi sadar akan kemampuan dirinya, akan kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial, sadar akan kepentingan-kepentingannya dan sadar akan tujuan-tujuannya.
3. Untuk menggerakkan kekuatan anggota keluarga dan keluarga agar dapat berusaha menyusuaikan diri dengan lingkungan di mana ia berada, dengan hasil yang nyata.
4. Membantu seseorang atau keluarga untuk mendapatkan keterampilan dan kecakapan dalam mengurus diri dan keluarganya, memperkembangkan atau memajukan keluarga dengan jalan:
a. Memberikan pendidikan dan menerangkan mengenai kemungkinan-kemungkinan tercapainya tujuan sesuai dengan kemampuannya.
b. Mencari jalan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c. Mengembangkan nilai-nilai kebudayaan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Sejalan dengan itu Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum konseling keluarga adalah:
1. Membantu keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memberikan pengaruh tidak tidak baik pada persepsi, harapan dan interaksi anggota keluarga yang lain.
3. Memperjuangkan dengan gigih dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan.
4. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga pada anggota yang lain.
Selanjutnya Sayekti (1994) mengemukakan tujuan khusus konseling keluarga, yaitunya:
1. Mendorong anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain.
2. Agar anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota keluarga yang lain.
3. Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga yang lain.
Bimbingan dan Konseling keluarga adalah suatu usaha yang realistis dan konstruktif untuk menyadarkan akan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dalam memperkembangkan diri. Untuk itu perlu disadarkan bahwa dalam diri mereka terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk memperkembangkan diri dan memperbaiki nasib dalam bidang ekonomi, kesehatan, sosial dan agama. Tujuan akhir dari Bimbingan dan Konseling keluarga adalah untuk membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dalam keluarga adalah konseling yang diberikan pada anggota keluarga dan keluarga menyangkut masalah keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga itu.

C. Fungsi Bimbingan dan Konseling Keluarga
Fungsi Bimbingan dan Konseling keluarga dikemukakan oleh C. Suwarni (1994) sebagai berikut:
1. Memberikan pengaruh psikologis kepada keluarga supaya timbul usaha dari keluarga itu sendiri untuk menyelesaikan kesulitannya, sehingga keluarga menolong dirinya sendiri ke arah perbaikan.
2. Menghubungkan dengan jalan menjelaskan kebutuhan dan mengarahkan pola pemikirannya menuju penentuan dan penggunaan sumber-sumber bantuan.
3. Membangun keluarga sehingga dengan usahanya sendiri dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin.
Berdasarkan fungsi Bimbingan dan Konseling keluarga tersebut, keluarga harus dibantu untuk melihat, menimbang, memutuskan dan berbuat, agar keluarga dapat membuka mata dan hati mereka untuk memperhatikan dan merasakan keadaan diri mereka sendiri serta sesama manusia denga suatu sikap yang baru. Masalah-masalah yang ada pada keluarga atau anggota keluarga biasanya tidak kelihatan. Kemampuan konselor sangat diperlukan untuk menemukan, menumbuhkan dan mengarahkan minat, menyadarkan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingan keluarga.

D. Ciri-Ciri Hubungan dalam Konseling
Menurut Munro, dkk (dalam Erman Amti dan Prayitno, 1985) dinyatakan bahwa bagian yang amat penting dari kehidupan klien adalah keluarganya. ’Keluarga’ di sini dapat berarti seorang orang lain, atau sekelompok besar atau kecilorang yang hidup bersama klien itu atau dapat juga berarti kaum kerabat yang tempat tinggalnya jauh.
Selanjutnya dikemukakan juga konselor yang biasanya bekerja dengan klien secara perorangan hendaklah menyadari beberapa ciri hubungan, yaitu:
1. Interaksi antar anggota-anggota keluarga mungkimn amat berbeda antara keluarga yang satu dengan keluarga lainnya, misalnya dalam hal kebiasaan-kebiasaan, pengelolaan ekonomi, kejujuran, humoe dan sebagainya.
2. Setiap keluarga mempunyai carnya sendiri dalam menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Ada keluarga yang menyelesaikannya dengan terbuka, tuntas dan segera; ada pula yang menyelesaikannya sebagian saja dan membiarkan adanya permasalahan yang tidak terselesaikan secara tuntas.
3. banyak permainan peranan dan pengambilan peranan tertentu yang tidak dapat diletakkan dalam lingkungan keluarga. Kadang-kadang peranan yang diambil oleh atau diberikan kepada anggota keluarga itu sangat kaku, sehingga sukar mengubahnya. Misalnya, peranan sebagi pendobrak, pemimpin, atau ’boss’ dan sebagainya.
4. dalam kebanyakan keluarga, hubungan antara anggota yang satu dengan yang lainnya merupakan bagian dari suatu sistem, biasanya bilamana salah seorang anggota keluarga itu brusaha meminta bantuan untuk terhindar dari ketegangan-ketegangan jiawa, anggota keluarga yang lain justru merasakan adanya peningkatan ketegangan pada diri mereka.
5. perlu diperhatikan bagaimana tata tertib dalam rumah tangga diatur. Pengetahuan tentang itu dapat diperoleh dengan memperhatika aturan yang berlaku dalam keluarga yang dimaksud. Sebagian dari tata tertib rumah tangga diperbincangkan secara terbuka (misalnya: ”Dalam seminggu klien hanya boleh satu malam ke luar rumah”); sebagian tidak diberitahukan, tetapi harus dengan tegas diikuti (misalnya: ”Klien tidak pernah mengemudikan mobil bilamana ayahnya ada dala mobil itu juga”); sebagian lagi diberitahukan kepada semua orang luar, tetapi kemungkinan tidak diikuti/dilakukanoleh mereka yang bersangkutan.
Dalam kaitan dengan faktor-faktor di atas, konseling mempergunakan semua keterampilan yang telah dikemukakan. Prayitno dan Erman Amti (1985) menyatakan bahwa konselor hendaklah mengambil segi-segi positif dari keadaan keluarga klien dan kemudian berusaha merumuskan masalah tentang hubungan dalam keluarga dengan cara-cara yang baru. Jika perubahan diharapkan terjadi, akan sangat membantu bilamana hubungan itu dirumuskan secara berbeda dari pada apa yang selama ini menjadi pengertian keluarga itu. Dalam konseling perorangan, tingkah laku adalah penting. Diperolehnya pengertian baru tentang perlunya mengubah fungsi-fungsi hubungan yang ada dalam keluarga tidaklah lebih menolong dibanding dengan berubahnya tingkah laku, salah seorang atau beberapa orang anggota keluarga, meskipun perubahannya itu hanya kecil saja. Misalnya, seorang anggota yang lemah dalam keluargadilatih untuk berkata tidak, seorang anggota keluarga ingin lebih banyak berperan dalam hal keuangan dapat didorong untuk lebih berhemat, khususnya untuk hal-hal yang kurang penting. Seorang yang pendiam diransang untuk memulai berbicara tentang hal-hal yang ringan-ringan.
Selanjutnya dijelaskan juga masalah keluarga, biasanya memperlihatkan kekurang serasian hubungan (komunikasi) di dalam keluarga itu. Kadang-kadang ketidak serasian hubungan ini disebabkan karena tidak adanya contoh (model) yang sesuai. Orang tidak dapat membayangkan perselisihpahaman antara anggota keluarga tanpa mengadakan pertukaran pendapat. Banyak faktor lain yang ikut menentukan tidak baiknya hubungan dalam keluarga. Orang tua mungkin mempunyai masalah yang memebratkan dirinya, baik ayah atau ibu sangat kaku dan mempunyai ide-ide yang tidak realistik tentang tingkah laku atau sekolah anak-anaknya; adanya rasa cemas tentang tingkah laku remaja yang suka ngebut, minum-minuman keras, penyalahgunaan seks; banyak juga orang tua yang yang sangat berkehendak untuk mengontrol karir atau keyakinan-keyakinan beragama pada pemuda. Memang bukan tugas konselor untuk menentukan baik buruknya masalah seperti itu, tetapi dia mungkin dapat membantu keluarga mendapatkan pemecahan atas masalah-masalahnya.
Menurut Prayitno dan Erman Amti (1985) jika dala suatu keluarga terjadi ketidak serasian hubungan, konselor dapat membantu dengan jalan mengarahkan semua anggota keluarga untuk berbicara antara satu dengan yang lain dengan cara-cara yang baru. Adalah sangat baik jika konselor dapat melakukan hal ini dengan mengadakan campur tangan ketika seluruh anggota keluarga berada bersama dan terlibat dalam membicarakan suatu masalah. Pada dasarnya, konselor mampu untuk memberikan pengarahan-pengarahan melalui suatu tata tertib yang sederhana. Konselor mengajak agar semua anggota keluarga, tanpa kecuali, mengikuti tata tertib ini setiap kali mereka ingin keluar dari kesulitan dalam membicarakan sesuatu.
Tata tertib yang beragam untuk usaha-usaha tersebut diatas dikemukakan Prayitno dan Erman Amti (1985) sebagai berikut:
1. Jangan berbicara tentang seseorang yang hadir, berbicaralah kepada mereka, perhatikan mereka sambil berbicara dan sebutkan nama-nama mereka.
2. Katakan secara langsung apa yang anda ingin katakan, tetapi usahakan untuk mengatakan sesuatu yang positif. Andaikata ada tindakan yang tidak anda senangi, katakanlah agar mereka menghentikannya, dan juga katakan apa yang seharusnya mereka lakukan.
3. Sepanjang memungkinkan, kemukakanlah masalah-masalah dan perasaan-perasaan yang anda alami sebagaimana adanya. Kemukakan pada hadirin bagaimana perasaan anda. Jangan ada perasaan-perasaan yang masih terpendam dan jangan berpura-pura semuanya baik-baik saja.
4. Jika orang lain berbicara pada anda, dengarkanlah. Jangan menyela dan menghentikannya. Selanjutnya dengan cermat dengarkan apa yang sedang dikatakan kepada anda, terutama jika dia sedang membicarakan perasaanny-perasaannya.
5. Katakanlah kepada orang-orang tempat anda menyukai apa yang mereka lakukan. Kalau bisa hal ini dilakukan sesegera mungkin. Tekankan hal-hal yang baik.
Dengan memperhatikan keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki oleh sesorang konselor keluarga dengan memperhatikan tata tertib yang diatur dalam keluarga perlu menggunakan tata tertib dalam usaha membantu keluarga memecahkan persoalan-persoalan yang dialami suatu keluarga. Tata tertib ini dapat membantu konselor keluarga untuk membina hubungan antar anggota keluarga untuk kelancaran proses bantuan yang diberikan pada keluarga tersebut.

E. Permasalahan dalam Keluarga dan Penyebabnya
Kita semua menyadari bahwa bahtera keluarga perkawinan tidak selamanya dapat mangarungi samudera kehidupan dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk barbagai masalah bisa timbul dalam pada gilirannya dapat menjadi benih yang mengancam kehidupa perkawinan dan berakibat keretakan atau perceraian. Yaumil (1991) menyatakan pada garis besarnya persoalan dalam keluarga dapat timbul karena dua hal:
1. Karena keluarga kehilangan sebahagian besar fungsinya dalam memenuhi kebutuha keluarga. Misalnya kebutuhan suami yang tidak dipenuhi oleh istrinya atau sebaliknya, atau juga kebutuhan anak yang tidak diperhatikanorang tua dan sebaliknya.
2. Karena dala keluarga terjadi banyak sekali perbedaan antara anggota-anggotanya. Perbedaan itu biasanya menyangkut hal-hal yang prinsipil dan dianggap menentukan.
Penyebab masalah dalam keluarga dikemukakan oleh W. Edits Hunkis (1991) yaitunya:
1. Gangguan dalam struktur dan organisasi keluarga yang baisanya merupakan dalam peranan dan fungsi sub-sistem.
2. Kesukaran dalam menghadapi perkembangan keluarga.
3. Kesukaran keluarga dalam menyesuaiakan diri terhadap penyebab stres (stressor) dari luar.
Masalah keluarga yang dapat menimbulkan goncangan dalam keluarga menurut Sarlito (1991) adalah:
1. Kejadian-kejadian yang krisis: seperti perceraian, kematian salah seorang angota keluarga, berubahnya lingkungan tempat tinggal (mula-mula lingkungan perumahan berubah menjadi lingkungan pertokoan, atau dari kota kecil pindah ke kota besar).
2. Pola interaksi denga keluarga: adanya ayah yang terlalu otoriter, anak yang tertutup, ibu yang terlalu percaya kepada pembantu, ibu mertua lebih berkuasa dari suami atau istri dan sebagainya. Dalam hal ini nampak adanya peran anggota-anggota keluarga tertentu yang tidak dapat atau tidak mampu dijalankan sebagaimana mestinya.
3. Suasana emosional dalam keluarga, misalnya adanya ibu yang membenci salah satu anaknya, anak yang merasa dianaktirikan, anak yang tidak mau bicara dengan ayahnya, sering terjadi pertengkaran suami istri atau antara anggota-anggota keluarga yang lain. Semua hal ini biasanya bisa merupakan akibat dari adanya gangguan pola hubungan dalam keluarga seperti tersebut di atas.
4. Adanya masalah-masalah tertentu yang terus-menerus berlangsung dalam keluarga. Misalnya ada anak yang berkali-kali tidak naik kelas, masalah perbedaan agam atau suku antara suami istri, masalah-masalah warisan, adanya sanak saudara dari salah satu pihak (suami-istri) yang terus-menerus meminta bantuan ekonomi, sehingga dirasakan tidak wajar oleh pihak lain.
Menurut Parsudi (1991)hubungan yang harmonis dalam keluarga terwujud dalam keadaan di mana konsesus (kesepakatan) terwujud sebagai hasil dari penyesuaian dan kompromi para anggota keluarga dalam hal: kepentingan pribadi, kebahagiaan bersama, kepuasan hubungan seksual, cinta kasih, danadanya saling hubungan ketergantungan di antara para anggota keluarga dalam hal emosi dan perasaan yang menciptakan adanya kemampuan untuk dapat merasakan penderitaan yang diderita oleh orang lain. Selanjutnya disharmins (hubungan tidak harmonis)muncul apabila:
1. Motivasi dari para anggota keluarga adalah untuk mencapai kemenangan bagi diri mereka masing-masing, dengan biaya atau resiko sekecil-kecilnya dan biaya atau resiko anggota keluarga yang lainnya. Tingkat integrasi dan keakraban dalam kehidupan keluarga amat rendah.
2. Adanya ketidakpastian antara permainan yang dijadikan patokan, atau tidak pastinya aspek-aspek kehidupan dala keluarga yang dianggap penting dan diprioritaskan, sehingga nampaknya serba serabutan tanpa rencana atau strategi. Masing-masing berjalan untuk urusan mereka sendiri.
3. Adanya situasi-situasi krisis yang melanda kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari tahapan-tahapan lingkaran kehidupan keluarga. Hal itu tidak dapat mereka atasi dengan menggunakan pola-pola strategi yang biasa mereka gunakan sebagai patokan untuk pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi.
William J. Goede (dalam Parsudi, 1991) mengatakan bahwa sumber-sumber dari keretakan keluarga adalah: tidak adanya sumber-sumber yang dapat secara lestari merupakan daya tarik suami istri; kepuasan seksual, saling menghargai, pendapatan ekonomi yang mencukupi, rasa aman dan tentram dalam keluarga, perasaan dalam keluarga terhormat menurut ukuran nilai-nilai sosial yang berlaku dan sebagainya.
Yaumil (1991) lebih jauh mengemukakan bahwa penyebab keretakan rumah tangga adalah keluarga yang gagal memenuhi kebutuhan anggotanya. Banyak perceraian dewasa ini terjadi karena salah satu pihak tidak lagi dapat memenuhi harapan atau kebutuhan pasangannya, hingga salah satu pihak atau kedua-duanya tidak ingin melanjutkan perkawinan. Banyak pasangan yang tidak mendapatkan penyaluran atau pemenuhan kebutuhan di rumah, lalu mencari alternatif lain di luar rumah. Di kalangan keluarga tidak mampu, sering kali terjadi perceraian karena suami kurang berhasil memenuhi kebutuhan materi dan kebutuhan poko lainnya dari keluarga. Namun dikalangan masyarakat kota besar, pada keluarga mampu dan terdidik, persoalan lebih sering muncul karena ketidak mampuan seseorang memenuhi kebutuhan emosional pasangannya.
Seringkali suami tidak lagi peka terhadap kebutuhan atau perasaan istrinya, dantidak jarang pula istri tidak mengenali kebutuhan suaminya. Banyak pula anggota keluarga terbenam dalam persoalan mereka sendiri, hingga anak-anak mereka terganggu perkembangan dan pertumbuhannya. Mereka kurang waktu untuk berada bersama, bercengkrama, berkomunikasi untuk tukar pikiran atau sekadar menyalurkan pendapat atau perasaan. Bila persatuan dan persamaan tidak tercapai dalam keluarga, maka anggota-anggotanya merasakan perasaan tidak tertampung dan tidak lagi salingmenyayangi, karena perasaan cinta kasih sayang tidak dipupuk dan dipelihara. Menurut landis (dalam Yaumil, 1991) ”To day couples expect much more from marriage than was expected in earlier day. These expectations are largely in the area o emotional satisfaction”. (Pada saat ini pasangan mengharapkan lebih banyak dari perkawinan dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Harapan-harapan ini lebih banyak pada aspek kepuasan emosional/bathin).
Masalah keluarga terjadi karena komunikasi yang kurang efektif. M. Surya (1995) mengatakan komunikasi merupakan salah satu aspek dari kehidupan manusia dan perilaku manusia secara keseluruhan. Manusia tidak akan menemukan kehidupan yang baik tanpa berkomunikasi sesamanya. Segalanya dapat berjalan dengan lancar sepanjang komunikasi itu berlangsung sevara efektif. Tetapi seringkali timbul berbagai permasalahan dalam keluarga karena komunikasi yang tidak efektif. Sering terjadi kesalahpahaman anatar suami istri untuk hal-hal tertentu. Misalnya suami merasa istri kurang memperhatikan, padahal istri merasa telah memberikan segalanya. Yang terjadi adalah apa yang dipikirkan suami ternyata ditafsirkan secara berbeda oleh istri, demikian pula sebaliknya. Anak-anak dan orang tua sering terjadi kekurang efektifan komunikasi misalnya apa saja yang direncanakan oleh anak kurang diterima oleh orang tua karena anggota keluarga kurang sesuai atau karena alasan lainnya.
Komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga dapat menimbulkan berbagai masalah dan bahkan kadang-kadang dapat menimbulkan gangguan dan kegoncangan dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga berada dalam alam pikirannya masing-masing dan berjalan sendiori-sendiri. Lebih celaka lagi kalau terjadi benturan antara masing-masing pikiran itu. Mungkin semua anggota keluarga berasa di rumah tetapi sangat terbatas keluar kata-kata dari yang satu dengan yang lainnya. Bila hal ini terjadi, suasana keluarga sudah kurang sehat dan dapat membawa kepada situasi goncangan atau kehancuran.
Penelitian dari Jackson & Yalom (1966) dan Mods & Moos (1975) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara keluarga yang terisolasi dengan penyesuaian diri anak-anak. Kenyataan, dalam banyak keluarga sering terjadi situasi stresyang tinggi mengakibatkan anggota keluarga mengalami gangguan mental (mental breakdown), anak tersisa dan terabaikan, malanggar hukum atau terjadi perceraian yang disebabkan oleh interaksi (komunikasi interpersonal yang saling bertentangan).

F. Ringkasan
Konseling keluarga adalah proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana setiap anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan. Tujuan dari bimbingandan konseling keluarga adalah membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dala keluarga adalah konseling yang diberikan kepada anggota keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga itu. Fungsi bimbingan dan konseling keluarga harus dibantu untuk melihat, menimbang, memutuskan dan berbuat agar keluarga membuka mata dan hati mereka untuk memperhatikan dan merasakan keadaan diri sendiri dan sesama manusia dengan suatu sikap yang baru.
Untuk menjadi konselor keluarga perlu menyadari beberapa ciri hubungan dalam konseling antara lain interaksi antar anggota keluarga, cara keluarga menyelesaikan pertentangan-pertentangan, pengambilan peran tertentu, hubunga merupakan suatu sistem dan tata tertib diatur dalam keluarga. Penyebab masalah keluarga pada umumnya adalah keluarga yang kehilangan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan keluarga, kejadian-kejadian krisis dalam keluarga serta komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga.

G. Pertanyaan dan Tugas
1. Jelaskan pendapat saudara, mengapa bimbingan dan konseling keluarga diperlukan saat ini?
2. Permasalahan-permasalahan dalam keluarga adalah masalah komunikasi. Jelaskan pendapat saudara tentang pernyataan di atas. Jawaban saudara disertai contoh.
3. Apa penyebab terjadinya disfungsi (disfunction) dalam keluarga. Jawaban saudara disertai contoh.
4. Tugas mewawancarai satu keluarga tentang masalah yang dialaminya.

0 komentar:

Posting Komentar

Saya Berharap Komentar/ kritik yang membangun oleh Rekan-rekan yang mengunjungi blog ini, Agar dapat lebih baik. Terimakasih

Silahkan Comments disini Gan

 
Design by Rahmat Ha Pe | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India